Mahameru merupakan puncak dari Gunung Semeru, gunung berapi tertinggi
di Pulau Jawa yang bearada di antara Kabupaten Malang dan Lumajang,
Jawa Timur. Dengan ketinggian 3.676 m dpl (di atas permukaan laut),
Puncak Mahameru mendapat julukan Langit Pulau Jawa. Gunung berapi ini
hingga saat ini masih aktif selalu menawarkan cerita unik bagi para
pendakinya.Meskipun harus melewati jalur yang cukup terjal dan
cuaca yang sangat dingin (sekitar 15-21 derajat Celcius di siang hari)
untuk menggapainya, Mahameru masih menjadi puncak favorit pilihan
pendaki Indonesia. Mendengar cerita tentang pesona kecantikan sepanjang
jalur pendakiannya membuat saya tergoda untuk mendakinya.
18-November 2011,
Aku
dan Teman teman pendaki , mendaki ke Mahameru selain Gunung tertinggi
di P.Jawa Mahameru merupakan impian para pendaki untuk mendaki kesana,
saat itu kami berlima aku, ferdy satria, Jambul, Pitoy, Nyawer, berangkat
untuk mendaki semeru. banyak kisah yang kami alami mulai dari berangkat
yang estafet karena tidak dapat tiket kereta api dari jakarta kami pun
menuju Bandung, dari Bandung kami melanjutkan perjalanan menuju St.kota
baru "MALANG". setibanya kami di MALANG kamipun disambut teman pendaki
yang ada disana Riezka, Nunik, Wahyu, dll tepatnya di KAMPUS BRAWIJAYA MALANG
disana kami stay untuk istrahat karena hari sudah malam, dan memulihkan
tenaga untuk melanjutkan perjalanan menuju TUMPANG keesokan harinya,
Basecamp RANUPANE |
keesokan harinya kami berlima berangkat menuju TUMPANG,
tak lupa kami ucapkan terimakasih banyak buat teman teman dimalang yang
sudah kasih tempat buat stay dan beristrahat disana, kamipun berangkat
menuju TUMPANG, berhubung kami sampai ditumpang sudah agak sore dan
mulai gelap, kami beristirahat ditempat Pak Laman,
pak laman merupakan pemilik Mobil Jeep yang bersedia mengantarkan kami
ke pos pendakian Gn semeru " Ranu pane" setelah kami beristrahat tepat
jam 6.00 pagi kami berangkat menuju Ranu Pane, tepat jam 8.30 kami
berlima tiba di basecamp ranupane, tak sabar kami ingin langsung mendaki
tapi sayang hujan turun sangat deras, kami pun menunggu hujan reda
sekaligus melakukan registrasi pendakian, dan menyiapkan " prepaire"
sebelum mendaki.
RANUPANE
Dengan sebuah jeep dari Desa Tumpang, saya dan teman-teman menuju Desa
Ranu Pane yang merupakan titik awal pendakian. Sepanjang 1,5 jam
perjalanan awal menuju pos pendaftaran di Ranu Pane, mata kami sudah
dimanjakan dengan pemandangan segar yang mampu menghilangkan kepenatan
setelah 16 jam naik kereta api dari Jakarta. Kanan
kiri terlihat perkebunan apel dan tebu milik masyarakat setempat.
Udara segar benar-benar kami nikmati hari itu. Gugusan pegunungan Bromo
dengan bukit teletubbies-nya juga tak luput dari penglihatan mata dan
kamera kami. Di ujung pos pendaftaran, Ranu Pane (Ranu artinya Danau)
yang dikelilingi perkebunan kentang, perbukitan, dan keramahan penduduk
yang sedang berladang, menyambut kami. Sebuah perpaduan bagus untuk
meningkatkan mood kami menggapai Mahameru.
mendaki |
Setelah hujan reda
kami pun mulai mendaki semeru meninggalkan basecamp menuju ranukumbolo,
ranukumbolo merupakan danau yang berada di ketinggian semeru, selain itu
ranukumbolo merupakan tempat favorit para pendaki untuk mendirikan
tenda dan ngeCamp, karena suasana yang indah dan menarik, betul syair
lagu:
DEWA19 " MAHAMERU"
Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan menahan berat beban
Bertahan didalam dingin
Berselimut kabut Ranu Kumbolo...
Menatap jalan setapak
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta
Berjalan letih menahan menahan berat beban
Bertahan didalam dingin
Berselimut kabut Ranu Kumbolo...
Menatap jalan setapak
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta
RANUKUMBOLO
Setibanya di Ranu Kumbolo, kami mendirikan tenda untuk bermalam dan
beristirahat. Beberapa teman seperjalanan mengatakan Ranu Kumbolo ini
luar biasa indahnya. Tapi, karena hari sudah gelap dan dingin yang luar
biasa ini menusuk tulang, secangkir coklat panas menurut saya lebih
indah saat itu.
Hingga saat terbangun di pagi hari, saya seperti berada di Surga. Ah, saya memang belum tahu surga itu seperti apa. Tapi demi melihat sekeliling, tempat dimana saya menghabiskan malam karena kelelahan, saya merasa seperti berada di tempat terindah. Dihadapan saya terpampang danau air tawar yang menyejukkan penglihatan. Refleksi 2 bukit pada kanan dan kirinya terlihat jelas dipermukaan danau seluas 14 hektar tersebut. Pohon pinus dan perbukitan masih diselimuti kabut tipis. Saya tidak percaya ada danau cantik di ketinggian 2.400 mdpl ini.
Hingga saat terbangun di pagi hari, saya seperti berada di Surga. Ah, saya memang belum tahu surga itu seperti apa. Tapi demi melihat sekeliling, tempat dimana saya menghabiskan malam karena kelelahan, saya merasa seperti berada di tempat terindah. Dihadapan saya terpampang danau air tawar yang menyejukkan penglihatan. Refleksi 2 bukit pada kanan dan kirinya terlihat jelas dipermukaan danau seluas 14 hektar tersebut. Pohon pinus dan perbukitan masih diselimuti kabut tipis. Saya tidak percaya ada danau cantik di ketinggian 2.400 mdpl ini.
RANUKUMBOLO |
Kami
tidak sendiri. Beberapa pendaki juga mendirikan tenda di Ranu Kumbolo.
Inilah rumah singgah bagi para pendaki yang akan naik atau pun turun
dari Mahameru. Kegiatan memancing, mengisi botol kosong dengan air
danau, mengabadikan surga dengan kamera, semua terlihat selaras. Kami
saling menyapa, saling bercerita, bahkan berbagi kopi. Hawa dingin
menyengat yang kami rasakan tadi malam, sekarang menjadi hangat. Hangat
oleh matahari yang sudah keluar, juga akan persahabatan yang ditawarkan.
Saya jatuh cinta pada Ranu Kumbolo!
Kalimati
Kami tidak bisa berlama-lama menikmati
surga gunung ini. Kami masih harus mendaki 1.276 meter lagi, tentunya
dengan jalur yang tak lagi landai. Setelah membuat sarapan agar energi
tetap seimbang, kami membongkar tenda dan kembali melanjutkan
perjalanan. Enggan rasanya meninggalkan Ranu Kumbolo. Tapi, ranger kami
mengingatkan bahwa setelah turun dari Mahameru kita akan kemping lagi di
sini. Tujuan kami selanjutnya adalah pos Kalimati, pos terakhir sebelum kami menggapai Si Langit Pulau Jawa. Empat jam perjalanan, dengan pemandangan yang lebih menakjubkan. Melewati Tanjakan Cinta, terlihat panorama Ranu Kumbolo yang biru, tenang dan menyejukkan. Pada sisi sebaliknya, terlihat savana luas, seluas mata memandang. Itulah padang savanna bernama Oro-Oro Ombo.
Alang-alang
kering setinggi tubuh berjajar rapi membentuk jalan setapak kecil.
Bersentuhan dengan tubuh kami saat kami melewatinya. Bunga Edelweiss dan
Lavender tumbuh liar dan membentuk koloni sendiri, memberikan pendaran
warna berbeda di antara savana luas berwarna emas. Sesekali kami mencium
harum bunga Lavender. Atau sengaja mendekatkan ke penciuman kami ke
bunga Edelweis yang sedang mekar. Bau yang khas yang tak akan pernah
terlupakan. Bukit-bukit hijau terlihat gagah namun anggun
memagari savana ini. Seakan menjaga agar keindahannya tidak pudar. Kami
melihat puncak gunung berwarna abu-abu, tidak hijau seperti gunung lain
yang pernah saya daki. Ternyata itulah puncak Mahameru. Berwarna
abu-abu, terlihat terjal dan gersang. Tapi saya justru makin semangat
untuk melanjutkan perjalanan karena merasa semakin dekat dengan tujuan. Empat
jam sudah kami berjalan beriringan dengan pemandangan yang menakjubkan.
Hawa dingin kembali menghadang kami setibanya di Kalimati, pos terakhir
sebelum mendaki. Rasa dingin di Ranu Kumbolo ternyata tak sebanding
dengan Kalimati yang lebih dingin ini. Siang hari, dengan matahari yang
tetap memancar, hawa dingin tetap tidak terelakkan. Angin lembah yang
dingin dan bertiup kencang serasa membuat tulang-tulang kelu. Setelah
mendirikan tenda, kami segera memasak dan menyantap makanan hangat
(yang juga cepat dingin). Setelah itu langsung tidur, walaupun baru jam 2
siang. Ya, kami memang harus menyiapkan energi kami untuk pendakian
nanti malam. Puncak Mahameru hanya bisa ditaklukkan jika kita
berangkat sekitar jam 1 dini hari. Lebih dari itu, kemungkinan kita
tidak akan bisa mencapai puncaknya karena badai pasir yang menghadang.
Atau yang lebih parah, terjebak di puncaknya, tidak bisa turun. Rasa
lelah, perut kenyang, hawa dingin hingga ke sumsum tulang, membatalkan
niat saya untuk menikmati panorama di Kalimati secara maksimal. Tidur
memang menjadi pilihan yang tak bisa ditawar.
Puncak Mahameru
Pukul 1 dini hari kami mulai
merangkak. Segala perlengkapan kami tinggal di dalam tenda di Kalimati.
Kami hanya membawa air mineral, coklat, dan perlengkapan P3K. Sulitnya
medan yang akan kami tempuh memang tidak memungkinkan untuk membawa
perlengkapan seperti saat mendaki awal. Jalan yang sempit,
berpasir dan berkerikil kerap membuat langkah kami terhenti setiap 15
menit. Oksigen yang semakin menipis dan udara dingin hingga mencapai 9
derajat celcius tak sedikit pun menyurutkan langkah kami. Kami
benar-benar bertekad untuk mencapai Puncak Mahameru, meskipun tertatih.
Kami benar-benar mengatur langkah karena kanan kiri pada beberapa titik
yang kami lewati jalanan longsor. 1,5 jam melangkah dalam gelap
dan lembab, akhirnya kami tiba pada ‘pintu gerbang’ si jalur terjal
Mahameru, jalur yang kami lihat saat kami menuju Kalimati. Abu-abu,
berkerikil, dan gersang. Langkah menjadi makin tertatih. Kami tidak lagi
mendaki, namun merangkak. Menuju Puncak Mahameru |
Rasanya, untuk merangkak 1 meter saja butuh semangat yang luar biasa. Merangkak 1 langkah, turun 3 langkah. Itulah
yang kami alami. Berhenti terlalu lama hanya akan mendapatkan
dingin yang menyiksa. Saya sempat putus asa dan berniat turun sebelum
mencapai Sang Puncak, namun, lagi-lagi teman-teman sependakian
memberikan semangat dengan mengatakan “Ayo… itu puncaknya sudah
terlihat. Tidak sampai satu jam sudah sampai kok!”. Kata-kata yang
menghibur sekali, walaupun pendakian masih jauh. Mungkin butuh sekitar 3
jam lagi.
Pemandangan luar biasa
Makin tinggi, makin
tertatih karena oksigen makin tipis. Jalur yang didaki dipenuhi dengan
kerikil dan batu besar yang siap menggelinding mengenai kita kapan saja.
Tak bisa beristirahat lama karena angin dingin makin bertiup kencang
membawa terbang debu-debu di sekitar kita. Namun, di antara rasa
putus asa yang kerap datang, kami disuguhi pemandangan luar biasa. Dari
ufuk timur, warna jingga bertumpuk dengan warna oranye muncul membentuk
garis lurus pada dasar langit yang biru. Diikuti dengan munculnya
bulatan emas mentari. Pemandangan luar biasa itu hanya terjadi tidak
lebih 2 menit. Itu adalah bonus untuk kami sebelum sampai puncak. mahameru 3676 Mdpl |
Lima
jam mencoba untuk terus merangkak, kami akhirnya sampai di Puncak
Mahameru. Sembah sujud saat itu demi melihat keajaiban yang Allah
ciptakan. Jajaran gunung Bromo, Slamet, Sundoro, Sumbing, semua
terpampang di depan mata dengan megahnya. Awan kini tidak berada
di atas kami, tapi di bawah kami. Jika saat itu kami dalam film
Doraemon, pastilah adegan melompat ke awan sudah kami lakukan. Awan-awan
yang terasa begitu dekat dengan kaki, melingkupi beberapa sudut
perbukitan dan pegunungan di Pulau Jawa.
Gradasi warna alam refleksi dari sinar matahari pagi terpancar begitu
sempurna. Hijau lumut, hijau toska, hijau muda, biru cerah, jingga,
keemasan, putih berarak, perpaduan warna yang menyejukkan hati untuk
lukisan alam paling sempurna dari Sang Maestro.
puncak mahameru |
Sayang sekali,
saya tak bisa berlama-lama di Puncak Mahameru ini. Selain (lagi-lagi)
hawa dingin dan angin yang bertiup kencang, kami khawatir badai akan
datang. 25 menit berada di titik tertinggi Pulau Jawa, cukup membayar
rasa letih dan (hampir) putus asa saya. Setelah mengabadikan
gambar seadanya karena hanya membawa kamera saku, kami semua turun.
Masih merasakan lelah, tapi kami semua bangga. Bukan bangga karena bisa
sampai di puncak, namun bangga karena kami bisa mengalahkan ego kami
untuk tetap terus melangkah sembari saling memberi semangat kepada teman
seperjalanan. Tenda di Kalimati telah menanti kami dengan sejuta cerita
yang siap yang kami bagi.
Selamat
buat kita teman & sahabat pendakiku karena kita telah sampai
pada titik trianggulasi mahameru, tak henti2nya kuucapkan syukur kepada
sang maha pencipta atas karyanya yang telah ditunjukan pada kami, aku
yakin ini belum seberapa ini baru secuil kebesaranmu yang kau tunjukan
pada kami ,,, SUBHANALLAH sungguh indah karyamu ya ALLAH. Next time akan
kuulangi lagi pendakian ke semeru masih belum puas rasanya menikmati
karyamu TUHAN.
Banyak
inspirasi dalam menulis catatan, Puisi, dalam pendakian kita, doain ya
semua akan kutuangkan dalam sebuah buku biografiku tentang : MENDAKI ADALAH SIMULASI KEHIDUPAN YANG SEBENARNYA.
Thanks to:
Allah
swt, yang selalu melindungi kami disetiap petualanganku tak lupa
kuucapkan terimakasih buat teman2 di Malang,Nunik,Riezka,wahyu, deny,
abib dll , Teman dilumajang Mas Dwi, Ma'ruf Yohanes di Palembang, Mokmok
bekasi, juga rekan sependakian Jambul, Pitoy, Nyawer, Ferdy satria,
Salam hangat dan rindu buat kalian semua.
NB: Video pendakian kita menyusul,, bakal aku upload di YOUTUBE ok ....
Pelaku pendakian : Al anada,
All_awlsi@yahoo.co.id
085883771654
0 komentar:
Posting Komentar